SAVE WILFRIDA

Tulisan ini dibuat dan diserahkan ke Lomba Puisi Esai J.Denny:
#1

Dusun Ko Ulun, Kecamatan Belu,Nusa Tenggara Timur, tempat kelahiranku
Di tempat terpencil , jauh dari bisingnya kota dan modernisasi.
Gubug tempat tinggalku sederhana, untuk tinggal bersama orangtua
Adat istiadat teguh dan hormat kepada orangtua aku anut .

Hidupku tak mengenal sekolah. Aku hanya mengenal SD tanpa lulus.
Tak pernah bisa berharap untuk sekolah lebih lanjut.
Kedua orangtua tak punya pendidikan yang cukup.
Bapakku hanyalah seorang petani buruh di ladang jagung.
Ibuku sering membantu bapak menjadi buruh.
Hari ini bekerja, tapi tak tahu besok atau lusa bisa bekerja atau tidak.
Tanah tandus ,tak ada hujan, kering tanpa air.
Jagung di ladang sering mati tak bisa panen.
Tak ada panen, tak ada uang dan tak ada makanan.
Adalah kehidupan yang kulalui tanpa bisa mengeluh.

#2
Menikmati sekolah adalah harapan yang hampa.
Menikmati pekerjaan yang lebih baik adalah harapan.
Harapan ketika aku mendapat tawaran pekerjaan .
Menjadi TKI bukan pilihanku.
Tapi tak ada pilihan lain .
Agen  Pembawa TKI itu terus membujukku untuk berangkat ke Malaysia.
Dibujuknya diriku dengan iming-iming akan gaji yang cukup besar.
Dirayunya diriku dengan harapan aku bisa mengirim uang buat orangtuaku .
Umurku baru 17 tahun, tak mencukupi untuk bekerja.
Dokumen pasporku telah  menyulap umurku menjadi 21 tahun.
Aku tak mau meninggalkan orangtuaku.
Tapi aku harus menerima tawaran itu karena hidup tak berubah jika aku tak pergi.

#3
Ketika tiba di Malaysia, aku terkejut karena aku salah seorang korban
sindikat TKI dari negeri Jiran ini.
Orang NTT yang datang kepadaku hanya suruhan dan bukan resmi pencari TKI.
Aku tak menjumpai orang yang kukenal. Semuanya orang asing bagiku.
Ketakutan dan kengerian bertemu orang asing membuatku bergidik.

#4
Aku tinggal di keluarga keturunan Cina.
Rumah tinggalnya cukup besar tapi tak besar seperti yang kubayangkan.
Kumendengar percakapan  anak dan ibunya.
Ibunya sangat dihormati oleh anak lelakinya yang telah berkeluarga.
Cucunya ada dua orang, lelaki dan perempuan.
Semuanya ada lima orang dalam keluarga ini.
Sambutannya dingin . Aku tak pernah diajak bicara oleh menantu dan ibunya.
Hanya pekerjaan-pekerjaan sekali lagi pekerjaan dari mencuci,memasak,membersihkan
semua alat rumah tangga.

#5
Mulai matahari sebelum terbit hingga tenggelam, pekerjaan tak dapat berhenti.
Jika berhenti, aku dipanggilnya.
Ada saja kekurangan dan kesalahanku.
Omelan dan cacian maki sudah menjadi makanan sehari-hariku.
Tak ada kelembutan yang diutarakan jika aku salah.
Bila malam telah tiba, aku tak lagi bisa tidur.
Mataku tak terpicingkan.  Bayangan kesedihan ibuku yang kutinggalkan,
diganti dengan bayangan ayahku yang makin tua makin renta.
Tak ada makian di sana , kasih sayang yang lembut selalu kudapatkan
Jika tak ada makanan pun, kami masih dapat mensyukuri.

#6
Gajiku belum juga kudapatkan.
Janji dan kontrak itu memang hanya sekedar janji yang tak tertulis.
Inilah kebodohanku yang tak kusadari.
Lepas dari mulut harimau, sekarang masuk ke mulut buaya.
Ganasnya perkataan,cacian, serta perlakuan kasar kepadaku.
Kesalahan fatal adalah ketika suatu hari aku harus mencuci baju nyonya besar
Baju itu salah cuci seharusnya dengan memencet kenob lembut di mesin cuci.
Aku pilih  "hard" karena aku tak paham dengan bahasa inggris yang tertulis di sana.
Begitu keluar dari mesin cuci, baju itu sudah rusak, tak lagi seperti semula.
Rotan dan pukulan menghujam diriku.  Makian keras pun ke luar dari mulutnya.
Mataku merah, kemarahanku memuncak , darah ku berbuncah, aku tak kuat lagi
menahan derita selama ini.
Kuambil sebuah pisau, tanpa sadar, kuhujamkan pisau itu berkali-kali ke tubuh
nyonya besar.
Dia ambruk, tak berdaya.
Aku menghambur ingin ke luar. Tapi aku tak bisa.
Passpor ku semuanya di tahan. Aku tak mungkin lari.
Siapa yang dapat menolongku jika aku lari....
Kemana aku harus lari...

#7
Perjalanan hidupku makin kelam.
Tanpa di dampingi siapa pun aku harus terkurung di dalam jeruji besi.
Sunyi sepi, gelap gulita, tanpa dunia luar.
Aku tak pernah mendambakan hidup di penjara.
Aku tak pernah menghirup udara yang begitu sempit.
Bergaul dengan orang-orang yang sangat menghujam diriku.
Polisi itu sering melihatku seperti penjahat kakap yang tak punya nurani.

#8
Suara-suara di dalam penjara itu terus menggema.
Sebentar lagi menunggu hari H nya aku harus digantung.
Hidupku tinggal menghitung hari.
Aku gadis desa yang diajar untuk taat kepada Tuhanku.
Aku hanya bisa berdoa agar aku dipertemukan orangtua sebelum ajal menjemputku.
Adakah waktu dan keadilan yang dapat mempertemukan kami?

#9
Aku tak pernah mengharapkan negara atau pengacara siapa pun membelaku.
Semuanya kuhadapi tanpa bantuan siapa pun.
Hidup tanpa uang dan tanpa jabatan,  keadilan tak ada dinyatakan.
Tapi tiba-tiba ketika hari Pengadilan 30 September 2013 yang menentukan nasibku,
begitu banyak orang yang datang menjemputku.
Aku terkejut bercampur gembira, aku bertemu dengan ibuku.
Dia menangis terharu ,menatap ke diriku yang masih hidup.
Sebentar lagi aku sudah tinggalkan dunia ini.

#10
Aku mendengar bahwa banyak bantuan pengacara dari Malaysia yang di sewa
oleh seorang politikus tinggi.
Kenapa mereka datang membelaku?
Apakah aku dianggap pahlawan atau mereka ingin anggap dirinya pahlawan?
Duniaku memang sempit.
Tak kupahami maksud bantuan mereka.
Berbondong-bondong orang yang tak kukenal ingin membantu.
Aneh..aku tak memahaminya.

#11
Sidang ditunda sampai mendengarkan saksi dan bukti yang dapat
menguatkan diriku dari hukuman pancung.
Jika Tuhan masih memberikan waktu buat aku menghirup kehidupan
aku ingin bertemu dengan keluargaku dalam keadaan utuh, tidak mati.
Tapi entah kapan harapan itu masih bisa terwujud.
Semoga! 


Share
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...